Ini
hanyalah kebetulan”, kalimat ini kerap kali didengar ketika kita tanpa sengaja
bertemu dengan seseorang yang sebelumnya dipikirkan, atau mendapatkan sesuatu
yang tidak terduga, yang selama ini diinginkan tapi rasanya sulit untuk
didapatkan. Ternyata kalimat ini tidak boleh diucapkan, Orang-orang yang kita
temui, beragam kejadian yang kita dilewati, pagi, siang, malam, selalu
menyimpan misteri, ada tujuannya, ada maksudnya. Jika kita peka, akan disadari
bahwa apa yang kita anggap kebetulan adalah bentuk kasih sayang dan kuasa Allah
saat manusia merasa dirinya tak mampu.
Banyak
ayat Al-Qur’an dan hadist yang menjelaskan bahwa tidak ada yang kebetulan di
muka bumi ini. Bahkan sebuah kebetulan yang amat kebetulan tetap saja merupakan
sebuah rencana Tuhan yang tidak pernah meleset. Jika kita tidak berhasil
menerjemahkan tiap detailnya, karena terlalu megahnya rencana Tuhan tersebut,
itu jelas bukan kabar buruk. Setidaknya pastikan saja kita sukses menysukuri
tiap detik rencana tersebut.
Saat
menyatakan kalimat ‘ini kebetulan’ atau semacamnya, ada indikasi kita
mengungkapkan bahwa hal yang dialami terjadi tidak dengan takdir Allah. Hal ini
tentu saja keliru, pasalnya Allah SWT sudah menakdirkan atau menetapkan hal itu
sebelumnya. Tak mungkin Allah mengetahui belakangan atau secara kebetulan
mengetahuinya.
Perlu
dipahami, rukun beriman pada takdir ada empat yaitu kita meyakini Allah
mengetahui segala peristiwa sebelum terjadi, Allah telah mencatatnya, Allah
menghendakinya, dan Allah menciptakannya. Hal ini dijelaskan dalam Al-Quran
Surat At-Talaq:2-3.
“…Barangsiapa
bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan Mengadakan baginya jalan keluar. Dan
memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. dan Barangsiapa yang
bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.
Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya
Allah telah Mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu. (QS 65:2-3).
Juga
dijelaskan dalam Surat Ali Imran: 190-191 berikut ini:
Artinya: “Sesungguhnya, dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang, terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk, atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), “Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia; Mahasuci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka.” (QS. Ali-‘Imran: 190-191).
Artinya: “Sesungguhnya, dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang, terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk, atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), “Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia; Mahasuci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka.” (QS. Ali-‘Imran: 190-191).
Syaikh
Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah yang merupakan seorang ulama era
kontemporer yang ahli dalam sains fiqh mengungkapkan dalam Syarh Shahih Al
Bukhari tentang takdir atau kebetulan ini.
“Misalnya ada yang bertanya, “Wahai Syaikh, tadi engkau mengatakan ujian yang diajukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah secara kebetulan. Apakah pernyataan kebetulan itu dilihat dari kita –selaku manusia- ataukah dilihat dari perbuatan Allah?”
“Misalnya ada yang bertanya, “Wahai Syaikh, tadi engkau mengatakan ujian yang diajukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah secara kebetulan. Apakah pernyataan kebetulan itu dilihat dari kita –selaku manusia- ataukah dilihat dari perbuatan Allah?”
Jawabnya,
“Tidak mungkin kita mengatakan bahwa perbuatan Allah itu kebetulan. Karena
Allah Ta’ala telah mengetahui sesuatu sebelum terjadi. Akan tetapi jika
dipandang dari sisi manusia, maka kebetulan itu mungkin. Penyebutan seperti itu
seringkali kita temukan dalam sunnah dengan disebut ‘kebetulan ini dan itu’.
Seperti itu tidaklah masalah.
Misalnya
ada yang bertanya lagi, “Bolehkah engkau berkata ‘aku telah bertemu denganmu
hari ini secara kebetulan’?
Jawabnya,
“Seperti itu tidaklah masalah. Karena memang dilihat dari sisi kita sebagai
manusia, pertemuan ketika itu memang kebetulan, tak direncanakan sebelumnya.”
(Syarh Shahih Al Bukhari)
Seseorang
yang mengetahui kebenaran ini didalam hatinya, dapat menyenangi hal apapun yang
ia jalani dan berkah yang terdapat di balik hal itu. Banyak orang tidak
memikirkan bagaimana mereka tercipta ataupun mengapa mereka ada.
Meskipun
hati nurani mereka membimbing mereka agar sadar tentang keajaiban dan
sempurnanya dunia yang dimiliki oleh Sang Pencipta, banyak sekali cinta yang
mereka rasakan untuk kehidupan dunia ini, atau keengganan mereka untuk
menghadapi kebenaran, membawa mereka untuk menyangkal realitas mengenai
keberadaan-Nya.
Mereka
menolak bukti bahwa setiap kejadian dari hidup mereka telah ditentukan sesuai
dengan rencana dan tujuan, tetapi perilaku mereka menunjukkan aksi yang salah,
yakni menganggap hal-hal yang terjadi hanyalah kebetulan ataupun keberuntungan.
Lantas, apakah membaca tulisan ini hanya anda anggap sebuah kebetulan? saya
rasa tidak. Terimakasih sudah membaca.
Tidak ada komentar
Posting Komentar
tulis komentar mu di sini