Bukan sekedar pertemuan dan kata-kata indah, tapi tak mampu memuliakan.
“Barang siapa menjaga kehormatan orang lain, pasti kehormatan dirinya akan terjaga.” (Umar bin Khattab ra.)
Saat kita dilahirkan, kita bagai kapas putih, yang membuatnya semakin menghitam adalah perilaku kita sendiri.
Mari kita teladani Ali. Ia menjaga cintanya untuk Fatimah, hingga Allah menyatukan mereka dalam pernikahan. Ali sangat menjaga kata-katanya, ekspresinya, sikapnya, bahkan setan tidak tahu urusan cinta dalam hati mereka.
Ali belum siap, maka ia belum melamar Fatimah.
Saat Abu Bakar dan Umar melamar Fatimah, hatinya bagai tercabik. Ternyata lamaran Abu Bakar dan Umar ditolak.
Ali memberanikan diri maju melamar Fatimah. Meminta Fatimah menunggu tiga tahun lagi? Itu memalukan.
Meminta Fatimah menunggu hingga ia siap?
Ia merasa sudah dewasa. “Engkau pemuda sejati wahai Ali. Pemuda yang siap bertanggung jawab atas cintanya. “Ahlan wa sahlan.” Begitu kata Rasulullah dengan senyumnya.
Dengan keberaniannya Ali menikahi Fatimah, tanpa janji-janji, tanpa nanti.
Inilah cinta yang bertanggung jawab.
Fatimah berkata kepada Ali :“Maafkan aku, sebelum menikah aku pernah mencintai seseorang..”
Ali bertanya, “Lalu kenapa kamu mau menikah denganku? Siapa pemuda itu?” Fatimah menjawab, “Pemuda itu adalah … Kamu.”
Kalau benar cinta pasti berusaha segera memuliakan dengan pernikahan,bukan mengulur menyesatkan.
.
Hanya ada dua pilihan…
.
Halalkan atau tinggalkan.
Muliakan atau ikhlaskan.
@rinimasyita
Tidak ada komentar
Posting Komentar
tulis komentar mu di sini