RASA ini memenag fitrah dan wajar saja dirasakan oleh hati. Akan tetapi diri ini kian hari kian gelisah memikirkan rasa ini yang kungjung tak menentu. Tak terkendali. Seolah-olah tak bertuan. Memang rasa yang kini dimiliki menjadi sebuah pertanda bahwa diri ini normal. Ya, normal, merasakan ketertarikan pada lawan jenis. Normal dan wajar saja.
Sejenak benak ini terus bekerja keras memikirakan sebuah tanya “Benarkah rasa yang aku miliki sekarang?”. Ya, pertanyaan yang membuat diri ini enggan tuk makan, enggan tuk tidur, hanya ingin menyendiri dalam kesunyian.
Sebuah kebenaran yang terus dipertanyaakan. Kebenaran rasa yang kini dimiliki. Ya, kebenaran bahwa diri ini tak memiliki rasa yang salah, wajar.
Ketakutan ini semakin bergejolak di dalam jiwa. Ketika keinginan tuk memiliki si dia semakin menjadi. Tak terkendali. Keinginan ini, memaksa raga ini tuk berbuat zina, berkedokkan pertemanan, persahabatan, yang terus-menerus dihembuskan oleh si empunya –setan.
“…Kemudian Dia menjadikan kamu berpasangan (laki-laki dan perempuan)…” (QS Fatir: 11).
Perlahan-lahan semakin dekat. Semakin melekat, hingga kuat. Rasa ini kiat menyeruak menjadi nyata dan tertata dengan amat rata. Ya, rata, menyeluruh, dari mulai pikiran dan raga hanya tertuju pada si dia. Semua tersita untuk si dia. Apapun yang ada sekarang dan nanti di masa depan hanya si dia yang ada.
Tik…tik…tik… suara detik jam yang terdengar membangunkan diri ini yang tertidur lelap. Ya, tidurpun menjadi lelap, makan menjadi enak, karena si dia telah dalam dekapan.
Diri ini mulai tersadar, ketika jauh kebelakang dalam ketidak jelasan. Ya, tak ada persahabatan antara laki-laki dan perempuan. Kecuali yang ketiganya rasa ingin memiliki. Yang tak seharusnya dimiliki karena bukan hak diri.
“…Kemudian Dia menjadikan kamu berpasangan (laki-laki dan perempuan)…” (QS Fatir: 11).
Kesalahan dalam memahami firman Allah SWT. Kedangkalan pemikiran ini dalam memahami firman-Nya. Kekerdilan diri ini dalam mencari ilmu-Nya. Ya, memudahkan diri ini untuk tergelincir dalam sebuah kesalahan.
Berawal dengan perlahan-lahan mendekati si dia, dan dengan perlahan-lahan pula mulai mendekati Dia. Meski merangkak. Isak tangis mengiringi. Penyesalan demi penyesalan terus berhamburan mendatangi. Ya, hanya penyesalan yang tersisa ketika diri ini mengikuti keinginan yang wajar –memiliki si dia.
Sekali lagi rasa ini (cinta) memang fitrah dan wajar bahkan normal. Satu hal yang perlu diingat cara mencintai. Ya, caranya menanggapi cinta, merespon cinta. Memperlakukan cinta yang sewajarnya dan sesuai ketentuan-Nya untuk mendekatkan diri kepada-Nya agar Ia cinta dan ridha.
Tidak ada komentar
Posting Komentar
tulis komentar mu di sini